http://ourlittlekingdom.com/
Oleh : Ustad Budi Ashari
Seorang tokoh filosofi besar, penulis dan komposer pada abad pencerahan mengenalkan konsep bahwa anak di bawah 18 tahun tidak boleh diperkenalkan konsep ketuhanan karena ketuhanan adalah hal yang abstrak. Hal itu sangat bertentangan dengan ajaran Islam. DI dalam Islam, abstrak berbeda dengan ghoib. Percaya pada hal yang ghoib termasuk tauhid harus diajarkan sejak dini. Ilmu Tauhid adalah yang pertama dan utama. Tanpa tauhid, perababan yang ada adalah peradaban yang rusak, yang lebih parah, peradaban yang tidak sadar kalau mereka adalah bagian dari peradaban yang rusak. Apabila seorang muslim kehilangan tauhid, maka itu berarti dia telah kehilangan segala-galanya. Naudzubillahiminzalik.
Urutan menanamkan tauhid adalah Al Hifdt, yaitu menghapal. Lalu Al Fahm, yaitu memahami. Dan terakhir Al I’tiqod, Al Iqon, At Tashdiq, yaitu meyakini atau membenarkan. Misalnya, saat mengajarkan anak untuk sholat. Contohkan dulu, lakukan saja. Jika anak sudah mengikuti, beri tahu bacaan sholat. Tentang rukun atau sunnahnya, biarkan diajarkan di belakang. Lalu jika sudah dilakukan, ajarkan tentang makna sholat, salah satunya ibadah adalah bentuk syukur karena telah diberi banyak sekali nikmat oleh Allah Swt. Hasil akhirnya, diharapkan ibadah bukan dilakukan seperti robot, tetapi dilakukan dengan kesadaran karena sudah merasakan nikmatnya.
Al ghazali menjelaskan bahwa memulai mengenalkan tauhid harus dengan talqin, yaitu diperdengarkan dengan maksud supaya anak meniru. Anak yang diperdengarkan nyanyian, akan menyanyi. Anak yang diperdengarkan sumpah serapah akan menyumpah serapah. Anak yang diajarkan kalimat Allah akan mengeluarkan lisan berupa kalimat Allah pula. Mulailah persering mengucapkan bahwa Allah lah pencipta. Allah lah yang menjaga, dst.
Agar anak ‘berinteraksi’ baik dengan Allah, hal yang bisa kita lakukan adalah pertama, Hidupkan fitrah manusia. Contoh, Tidak perlu dalil hanya untuk memotong kuku yang mulai memanjang. Secara fitrah, kuku yang panjang akan mempersulit aktivitas. Ajarkan anak untuk peka terhadap fitrah manusianya. Lalu mulai pula kenalkan kenikmatan yang Allah berikan kepada kita. Lebih baik jika yang dikenalkan adalah kenikmatan yang ada dalilnya di Alquran. Contoh, tentang nikmat anggota tubuh yang ada dalam QS. Fathir : 3 dan QS. Adz Dzariyat : 21. Ajarkan untuk berterima kasih selalu pada Allah atas semua nikmat. Urusan dunia lihatlah ke bawah supaya tidak meremehkan nikmat yang Allah berikan. Semoga anak kita menjadi anak-anak yang lisannya selalu memuji Allah Swt.
Ketiga, muroqobatullah, yaitu, mengajarkan bahwa orang selalu dilihat Allah. Allah selalu bersama kita. Allah selalu mengawasi kita. Berlakulah tulus dan tidak munafik. Keempat, latihlah ibadah wajib, sambil berjalan, sambil selipkan nilai. Terakhir, perbanyak kisah tauhid (bukan dongeng) dan keutamaannya. Misalnya, kisah Nabi Ismail yang diperintahkan disembelih oleh Allah untuk mengajarkan anak kekuatan percaya pada perintah Allah.
Anak-anak yang memiliki tauhid akan tidak mudah lelah, bosan, putus asa, penat, dan sakit. Anak-anak yang bertauhid akan bisa menghibur diri di tengah rasa-rasa tersebut karena harapan mereka diletakkan hanya di sisi Allah. Harapan memberi semangat yang besar untuk berjuang. Selain itu, manusia tidak ada yang sempurna, anak-anak yang memiliki tauhid, akan mudah kembali ke jalan yang benar saat berbuat salah. Contohnya, adalah Nabi Adam dan Setan. Setan memilih menyalahkan Allah. Nabi Adam mengaku salah dan menerima hukuman dari Allah untuk tidak menjadi penghuni surga lagi.
Anak-anak yang memiliki tauhid akan mudah meminta maaf saat salah, di kemudian hari akan memudahkan melepas mereka saat mereka pergi jauh dari kita, orangtuanya. Anak yang kokoh tersebut insya Allah akan menjadi orangtua yang kokoh pula nanti yang akan membangun keluarga yang kokoh yang semoga satu peradaban gemilang umat Muslim akan terwujud kembali. Amin ya rabbal alamin.
—
Menurutku, ini adalah materi yang sangat penting. Waktu ada materi ini, aku jadi melihat hal-hal yang selama ini aku anggap kecil jadi berasa sangat besar. Beruntung sekali kami ini, punya anak yang saat hujan turun, refleks bilang “Alhamdulillah hujan”. Anak-anak yang bersyukur akan datangnya hujan sebagai berkah, bukan yang ‘mengutuk’ hujan.
Insya Allah, walau dimulai dengan telat, saat ini kami sudah on the track tentang menanamkan tauhid ini kepada anak-anak 🙂 Saat jatuh, Allah yang sembuhkan. Saat dibeliin mainan, Allah yang kasih rejeki. Saat lihat gunung, Allah yang ciptakan. Alhamdulillah, anak-anak sudah fasih sekali menyebutkan keimanannya kepada Allah.
Alhamdulillah, semoga Allah selalu menjaga keimanan kami sampai akhir waktu nanti. Amiiin 😀
08 March 2019
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment
Kalau ada pertanyaan, usul/saran, atau komentar yang terkait dengan postingan-postingan saya, silakan tinggalkan pesan Anda disini.