Bagi sebagian masyarakat, pola pendidikan mandiri mungkin masih terasa asing. Namun sesungguhnya, sistem pendidikan tersebut telah ada jauh sebelum sistem pendidikan modern (sekolah) dibentuk. Di Indonesia sendiri, beberapa tokoh pergerakan pendidikan kemerdekaan seperti Ki Hajar Dewantara pun memilih sistem pendidikan tersebut bagi anak-anaknya, meskipun hal tersebut didasarkan pada situasi dan kondisi negara pada waktu itu dimana pihak penjajah (Belanda) sangat membatasi (mengekang) rakyat Indonesia dalam bidang pendidikan.
Dan kini, pada masa dimana telah 62 tahun lamanya bangsa Indonesia menikmati kemerdekaan dan kebebasan memperoleh pendidikan
merupakan salah satu hak warga negara dan diatur dalam konstitusi dasar negara, berdirinya berbagai institusi pendidikan (formal dan informal) baik yang dikelola negara maupun swasta di hampir seluruh wilayah
Indonesia, berbagai model kurikulum pun telah diterapkan, namun pada kenyataannya kualitas pendidikan maupun sumber daya manusia yang dihasilkannya tetap berada jauh dibawah bangsa lain.
Kondisi inilah yang kemudian menjadi alasan sebagian orangtua untuk kembali menerapkan pola pendidikan mandiri, disamping alasan-alasan lain seperti :
1. Orangtua sering berpindah tugas atau sering melakukan perjalanan keluar kota.
2. Orangtua meraa keamanan serta pergaulan sekolah tidak kondusif bagi perkembangan anak.
3. Orangtua menginginkan hubungan yang lebih dekat dengan sang anak.
4. Biaya sekolah yang berkualitas makin mahal dan tidak terjangkau.
5. Anak memiliki kebutuhan khusus yang tidak dapat dipenuhi di sekolah umum.
6. Sebagian orangtua menganggap, bahwa sistem pendidikan di sekolah tidak mendukung nilai-nilai keluarga yang dipegangnya.
7. Adanya keinginan orangtua untuk mendidik anak-anaknya secara langsung.
Pendidikan mandiri atau lebih dikenal dengan persekolahan di rumah (home schooling) adalah pola pendidikan informal yang setara dengan program pendidikan formal (sekolah) dan diakui oleh pemerintah sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pada pasal 27 ayat (1) tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dengan sistem yang bersifat costumized (dapat disesuaikan dengan keinginan pihak orangtua atau anak yang bersangkutan).
Tidak hanya itu, peserta pendidikan home schooling pun diberikan kesempatan untuk mengikuti ujian kesetaraan, seperti Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), Paket C (setara SMA), maupun melalui program Alih Kredit Kompetensi (AKK), dimana para peserta pendidikan ini mendapat pengakuan dalam mengikuti ujian nasional dan dapat digunakan untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya (termasuk jika ingin melanjutkan sekolah regular).
http://www.melindahospital.com
27 December 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment
Kalau ada pertanyaan, usul/saran, atau komentar yang terkait dengan postingan-postingan saya, silakan tinggalkan pesan Anda disini.